A. Pengertian politik
Politik adalah proses pembentukan
dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara
lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya
dalam negara. Pengertian
ini merupakan upaya penggabungan antara berbagaidefinisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik
Di samping
itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
- politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
- politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
- politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
- politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Dalam
konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui
seluk beluk tentang partai politik.
"Politik" mungkin mempunyai
maksud pejoratif, terutama sekali apabila digunakan di dalam kerja kerja
dalaman sesebuah institusi. Dengan mengatakan sesuatu keputusan dibuat atas
dasar politik akan memberi gambaran bahawa keputusan tersebut dipengaruhi oleh
kepentingan runcit daripada objektif atau kebaikan bersama.
Politik merupakan satu cara untuk
manusia mengkordinasi tindakan seseorang untuk kebaikan bersama (atau kebaikan
individu). Apa yang membezakan politik dengan etika dan sosial ialah didalam
politik terdapat banyak persoalan berdebat ( debated questions ).
Kebanyakan ahli teori berpendapat untuk menjadi politik, sesuatu proses itu
perlu menggunakan sedikit kekerasan kerana politik mempunyai hubungan rapat
dengan konflik.
Memenangi suatu konflik politik
bermaksud merampas kuasa dari satu kumpulan atau entiti dan memberikannya
kepada kumpulan lain. Ramai akan bersetuju konflik politik boleh dengan
mudahnya tumbang menjadi "zero-sum game", dimana tiada yang
dipelajari atau diselesaikan, melain menentukan "siapa menang, siapa
tewas":
Lenin berkata politik ialah siapa yang boleh lakukan apa kepada siapa
( Who could do what to whom ). Manakala, seorang ahli sains politik,
Harold Lasswell pula berkata politik adalah siapa yang dapat apa, bila dan bagaimana ( who gets what, when
and how ).
BAB II
Pembahasan
A. Pengaruh Politik Terhadap
Olahraga
Perkembangan
olahraga nasional tidak dapat di pisahkan dari kecenderungan perkembangan
olahraga pada tingkat global, terutama pengaruh dari gerakan Olympiade sebagai
sebuah idealisme, yang sedemikian kuat dalam memberikan arah, isi dan
pengorganisasian kegiatan olahraga pada umumnya. Di pihak lain perkembangan
olahraga itu sendiri, sepeti halnya perkembangan Olympiade di pengaruhi oleh
perubahan yang berlangsung dalam lingkungan makro politik. Olahraga yang pada
dasarnya merupakan kegitan yang semata-mata kesenangan belaka, olahraga beralih
menjadi upaya yang dikelola secara sungguh-sungguh, atau dari kelihatan yang di
anggap amat remeh, yang hanya di lihat sebelah mata oleh pemerintah, menjadi
sebuah kebijakan global yang memerlukan perhatian dari Presiden, Perdana Menteri,
dan Raja. Keseluruhan perubahan itu merupakan konsekuensi dari perubahan
kehidupan manusia yang diterpa oleh perubahan dan lingkungan hidup.
Sejak
awal kebangkitan Olympiade modern 1896 di Athena, gerakan Olympiade (Olympic
Movement) mencanangkan bahwa Olympiade mengemban misi untuk menyebarluaskan
isme, sebuah idealisme yang mengandung pesan perdamaian, kebebasan dan
persaudaraan sebagai landasan tatanan dunia baru, termasuk membina manusia
menuju kesempurnaan, seperti terkandung dalam motto, citius, altius, fortius.
Tidak
dipungkiri, gerakan Olympiade secara nyata berpengaruh kuat terhadap
penyebarluasan kultur olahraga, dan sekaligus memberikan arah terhadap tujuan
pembinaan, isi kegiatan dan bahkan cara mengorganisasinya. Tanpa kita sadari
pula, akses dari Olympiade itu sendiri adalah lenyapnya eksistensi permainan.
Pada awalnya, kegitan Olympiade bersifat mundial tersebut, yang diklaim sebagai
langkah paling dini dalam penciptaan globalisasi olahraga, hanya di ikuti oleh
kelompok ekslusif dari kalangan bangsawan. Memasuki tahun 1920 mulai meluas, di ikuti oleh kalayak luas,
meskipun masih amat terbatas, sementara pada tahun 1950 berbarengan dengan
meletusnya perang dingin, konflik dalam komteks geo politik yang dipicu oleh
perang ideology-komunis dan demokrasi tidak terelakan, olahraga merupakanbagian
dari suatu sistem polotik, dan untuk negara-negara sosialis, merupakan alat
propaganda bagi keberhasilan tatanan masyarakt sosialis.
a.
Pengaruh
Politik Terhadap Olahraga di Indonesia
Untuk
kasus Indonesia, semakin nyata, bagaimana efek adri sistem politik dan pengaruh
ekonomi terhadap pendidikan jasmni dan olahraga. Tulisan sie swan po (1973)
dalam kongres ICPHER di Bali, Social and plitical aspect of physical Education
and Sports in the Frame Work of Indonesia National develoment sangat membantu
kita untuk memahami kebijakan pembinaan olahraga nasional. Sejak proklamasi
1945, pendidikan jasmani dan olahraga memperoleh tempat dalam masyarakat dan
kehidupan nasional namun pasang surut pendidikan jasmani dan olahraga ini
sangat di pengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang berbeda-beda.
Selama
perjuangan kemerdekaan, pendidikan jasmani dan olahraga diarahkan untuk
membentuk pemuda-pemuda militan dengan semangat nasionalistik untuk
mempertahankan proklamasi kemerdekaan indonesia. Pada massa itu, pendidikan
jasmani dan olahraga di pandang berkemampuan untuk membentuk prilaku
berdisiplin guna mendukung perjuangan nasional. Olahraga juga di pandang mampu
memperkukuh integrasi bangsa, kesatuan dan persatuan, pandangan inilah yang
selanjutnya mendorong terselenggaranya PON I, 1947 di Solo.
Pada
tahun 1947, ketika sejumlah negara asia masih berjuang untuk merebut
kemerdekaannya, Indonesia termasuk negara yang mendukung gagasan untuk diadakan
pertandingan olahraga diantara bangsa-bangsa asia. Gagasan ini dicetuskan dalam
Conference on Asian Relation tahun 1947 di New Delhi yang hasilnya yaitu di
setujuinya Asian Games I di selenggarakan pada tahun 1951 di New Delhi.
Pada
saat ini olahraga sering di libatkan dalam kancah politik di indonesia, dapat
terlihat pada saat pemilihan perwakilan rakyat, banyak terdapat
kampanye-kampanye yang secara langsung terlibat dalam olahraga seperti
pemberian sepanduk perlengkapan alat olahraga yang tak lain bertujuan untuk
kepentingan politik.
Sering
kita jumpai di kota-kota di Indonesia termasuk juga ibu kota negara masih
banyak terdapat kenakalan-kenakalan remaja, dan tauran tingkat pelajar yang
terasa tiada hentinya, untuk mengatasi permasalah tersebut pemerintah harus
berperan aktif, salah satu kebijakan politik pemerintah untuk mengurangi
kenakalan remaja dan tauran antar pelajar adalah didirikannya bangunan-bangunan
sarana olahraga, dengan didirikannya serana tersebut sangat berperan aktif
dalam mengurangi kenakalan remaja. Dalam permasalahan diatas secara tidak
langsung olahraga sudah beperan aktif dalam politik.
b.
Kelekatan Olahraga dan Politik
Sejak lama
ada usaha untuk menceraikan kegiatan olahraga, terutama Olimpiade, dengan
politik. Tapi, upaya itu selalu gagal. Kalau saja dunia mau jujur, sebenarnya
keterkaitan antara keduanya sudah terpatri dalam peraturan penyelenggaraan
Olimpiade itu sendiri.Ambil
saja pengibaran bendera dan pengumandangan lagu kebangsaan negara asal atlet
pemenang salah satu cabang olahraga sebagai contoh. Itu saja sudah menunjukkan
tentang bagaimana olahraga sudah terpolusi oleh politik. Sejarah telah beberapa
kali merekam tentang intervensi politik terhadap ajang yang sebenarnya
dimaksudkan untuk memupuk sportivitas dan persahabatan antarnegara dan bangsa
ini.
Contoh klasik terjadi pada Olimpiade
1936 di Berlin, ketika faham Nazi Jerman tengah berada di puncaknya. Jesse
Owens, pelari berkulit hitam AS yang sebelum pesta olahraga itu dibuka sudah
dihina media Jerman, tiba-tiba saja merebut tak kurang dari empat medali emas.
Dan, itu dilakukannya di depan mata Hitler, gembong konsep tentang supremasi
bangsa Aria.Pada 1968, pada upacara menghormati pemenang, dua atlet kulit hitam
AS mengacungkan tinju sebagai protes atas diskriminasi rasial di negara mereka.
Orang juga tak melupakan kejadian berdarah pada Olimpiade 1972 di Muenchen,
ketika para pejuang radikal Palestina menyandera dan kemudian membunuh 11 atlet
Israel. Itu adalah upaya menarik perhatian dunia akan nasib bangsa Palestina
yang tergusur dari tanah leluhur mereka.
Pada Olimpiade 1980 di Moskow, AS
dan negara-negara Barat memutuskan tak hadir sebagai protes atas penyerbuan Uni
Soviet terhadap Afganistan. Empat tahun kemudian, Uni Soviet dan sekutunya
membalas boikot itu dengan tak hadir pada Olimpiade 1984 di Los Angeles. Aksi
Uni Soviet diikuti oleh negara-negara satelitnya di Eropa Timur. Akibatnya,
Olimpiade 1984 berjalan hambar. Maklumlah, negara-negara sosialis di masa itu
merupakan gudang atlet kelas dunia.
Dari
semua kejadian yang dibeberkan di atas, Olimpiade Beijing 2008 yang akan
dimulai dalam sepekan ini merupakan puncak dari keterkaitan antara olahraga dan
politik. Sejak jauh hari sebelum dimulai, ia telah dikotori faktor politik.
Protes warga Tibet ternyata tidak terbatas di Tibet, tapi menyebar ke seluruh
pemukiman mereka di seluruh China dan di negara-negara lain. Unjuk rasa mereka
juga didukung para aktivis LSM internasional.
Buat China sendiri, Olimpiade
Beijing 2008 memiliki arti penting yang nuansa politiknya sangat tebal. Ketika
mendiang Mao Zedong memproklamasikan berdirinya RRC sebagai sebuah negara itu
pada 1 Oktober 1949, antara lain ia mengatakan, "Bangsa kita tidak lagi
akan jadi obyek pemerasan, penghinaan, dan pembudakan dari bangsa lain."
Sejak saat itu, RRC selalu berjuang menempatkan dirinya pada posisi terhormat
di pentas dunia.
Tapi, selama hampir 50 tahun
(1945-1990), Mao selalu berada di bawah bayang-bayang Uni Soviet dan AS,
sebagai dua aktor utama di panggung Perang Dingin. Mao telah mencoba melepaskan
diri dari bayang-bayang kedua adikuasa dan berperan sebagai kekuatan ketiga
dengan cara menghimpun kekuatan negara-negara berkembang. Toh, usaha itu tak
banyak mendatangkan sukses.
Sukses Beijing sebagai salah satu
pelaku yang turut menentukan corak dunia justru diraih setelah mendiang Deng
Xiaoping mengambil langkah berani. Ia berbalik 180 derajat dengan meninggalkan
prinsip-prinsip Maois dan mengadopsi model pembangunan kapitalistik. Hasilnya
adalah perkembangan ekonomi di atas 8% per tahun dan telah menempatkannya
sejajar dengan negara-negara kapitalis dunia.
Sejarah China selama sekitar satu
abad antara 1838, yakni dimulainya intervensi dan intrusi kolonialisme dan
imperialisme Barat, sampai 1949 ketika RRC berdiri, dipenuhi perasaan sebagai
bangsa tertindas dan terhina. Hampir semua kekuatan dunia memiliki konsesi di
China dan tak mengherankan jika Bapak Republik Dr Sun Yat-sen mengatakan bahwa
nasib bangsa China lebih buruk dari bangsa lain karena ia dijajah banyak
negara. Tak mengherankan pula jika para sejarawan Marxis di China menyebut masa
selama satu abad itu sebagai abad humiliasi (penghinaan) nasional.
Karena itu, penyelenggaraan
Olimpiade di Beijing tak dapat dipisahkan dari sejarah humiliasi, sukses
pembangunan ekonomi, dan kebangkitan nasional bangsa China. Olimpaide Beijing
2008 adalah sebuah lambang tentang keberhasilan China yang telah bangkit
kembali dari posisi terhina selama satu abad dan berhasil menempatkan diri
sebagai aktor yang perannya sejajar dengan negara-negara besar lain.
Olimpiade Beijing juga merupakan
lambang balas dendam China atas satu abad penghinaan yang dilakukan
bangsa-bangsa Barat dan Jepang terhadap bangsa dan negara China.
Oleh karena itu, RRC tak akan
membiarkan anasir sekecil apapun yang berasal dari dalam maupun luar negeri
yang ditengarai akan mengganggu keberhasilan penyelenggaraan pesta olahraga dunia
itu.
Kesimpulan
Olahraga
tidak tumbuh dan berkembang di ruang yang vacum. Akan tetapi faktor budaya,
ekonomi dan politik juga sangat
mempengaruhi perkembangan olahraga itu sendiri, ketiga faktor ini sangat
mempengaruhi bukan saja yang ingin di capai, akan tetapi isi dan cara
mengorganisasi kegiatan tersebut. Pengalaman negara-negara lain menunjukan
bahwa pasang surut olahraga d pengaruhi fsktor politik, sehingga terjadinya
kemerosotan prestasi. Dapat diartikan bahwa olahraga tidak boleh untuk di
jadikan tempat ajang berpolitik yang bukan untuk keuntungan olahraga tersbut,.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar