Minggu, 08 Juni 2014

PENGARUH POLITIK TERHADAP OLAHRAGA


A.   Pengertian politik
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagaidefinisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.
Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
  • politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
  • politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
  • politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
  • politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.
"Politik" mungkin mempunyai maksud pejoratif, terutama sekali apabila digunakan di dalam kerja kerja dalaman sesebuah institusi. Dengan mengatakan sesuatu keputusan dibuat atas dasar politik akan memberi gambaran bahawa keputusan tersebut dipengaruhi oleh kepentingan runcit daripada objektif atau kebaikan bersama.
Politik merupakan satu cara untuk manusia mengkordinasi tindakan seseorang untuk kebaikan bersama (atau kebaikan individu). Apa yang membezakan politik dengan etika dan sosial ialah didalam politik terdapat banyak persoalan berdebat ( debated questions ). Kebanyakan ahli teori berpendapat untuk menjadi politik, sesuatu proses itu perlu menggunakan sedikit kekerasan kerana politik mempunyai hubungan rapat dengan konflik.
Memenangi suatu konflik politik bermaksud merampas kuasa dari satu kumpulan atau entiti dan memberikannya kepada kumpulan lain. Ramai akan bersetuju konflik politik boleh dengan mudahnya tumbang menjadi "zero-sum game", dimana tiada yang dipelajari atau diselesaikan, melain menentukan "siapa menang, siapa tewas":
Lenin berkata politik ialah siapa yang boleh lakukan apa kepada siapa ( Who could do what to whom ). Manakala, seorang ahli sains politik, Harold Lasswell pula berkata politik adalah siapa yang dapat apa, bila dan bagaimana ( who gets what, when and how ).
BAB II
Pembahasan
A.   Pengaruh Politik Terhadap Olahraga
Perkembangan olahraga nasional tidak dapat di pisahkan dari kecenderungan perkembangan olahraga pada tingkat global, terutama pengaruh dari gerakan Olympiade sebagai sebuah idealisme, yang sedemikian kuat dalam memberikan arah, isi dan pengorganisasian kegiatan olahraga pada umumnya. Di pihak lain perkembangan olahraga itu sendiri, sepeti halnya perkembangan Olympiade di pengaruhi oleh perubahan yang berlangsung dalam lingkungan makro politik. Olahraga yang pada dasarnya merupakan kegitan yang semata-mata kesenangan belaka, olahraga beralih menjadi upaya yang dikelola secara sungguh-sungguh, atau dari kelihatan yang di anggap amat remeh, yang hanya di lihat sebelah mata oleh pemerintah, menjadi sebuah kebijakan global yang memerlukan perhatian dari Presiden, Perdana Menteri, dan Raja. Keseluruhan perubahan itu merupakan konsekuensi dari perubahan kehidupan manusia yang diterpa oleh perubahan dan lingkungan hidup.
Sejak awal kebangkitan Olympiade modern 1896 di Athena, gerakan Olympiade (Olympic Movement) mencanangkan bahwa Olympiade mengemban misi untuk menyebarluaskan isme, sebuah idealisme yang mengandung pesan perdamaian, kebebasan dan persaudaraan sebagai landasan tatanan dunia baru, termasuk membina manusia menuju kesempurnaan, seperti terkandung dalam motto, citius, altius, fortius.  
Tidak dipungkiri, gerakan Olympiade secara nyata berpengaruh kuat terhadap penyebarluasan kultur olahraga, dan sekaligus memberikan arah terhadap tujuan pembinaan, isi kegiatan dan bahkan cara mengorganisasinya. Tanpa kita sadari pula, akses dari Olympiade itu sendiri adalah lenyapnya eksistensi permainan. Pada awalnya, kegitan Olympiade bersifat mundial tersebut, yang diklaim sebagai langkah paling dini dalam penciptaan globalisasi olahraga, hanya di ikuti oleh kelompok ekslusif dari kalangan bangsawan. Memasuki tahun 1920  mulai meluas, di ikuti oleh kalayak luas, meskipun masih amat terbatas, sementara pada tahun 1950 berbarengan dengan meletusnya perang dingin, konflik dalam komteks geo politik yang dipicu oleh perang ideology-komunis dan demokrasi tidak terelakan, olahraga merupakanbagian dari suatu sistem polotik, dan untuk negara-negara sosialis, merupakan alat propaganda bagi keberhasilan tatanan masyarakt sosialis.
a.    Pengaruh Politik Terhadap Olahraga di Indonesia
Untuk kasus Indonesia, semakin nyata, bagaimana efek adri sistem politik dan pengaruh ekonomi terhadap pendidikan jasmni dan olahraga. Tulisan sie swan po (1973) dalam kongres ICPHER di Bali, Social and plitical aspect of physical Education and Sports in the Frame Work of Indonesia National develoment sangat membantu kita untuk memahami kebijakan pembinaan olahraga nasional. Sejak proklamasi 1945, pendidikan jasmani dan olahraga memperoleh tempat dalam masyarakat dan kehidupan nasional namun pasang surut pendidikan jasmani dan olahraga ini sangat di pengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang berbeda-beda.
Selama perjuangan kemerdekaan, pendidikan jasmani dan olahraga diarahkan untuk membentuk pemuda-pemuda militan dengan semangat nasionalistik untuk mempertahankan proklamasi kemerdekaan indonesia. Pada massa itu, pendidikan jasmani dan olahraga di pandang berkemampuan untuk membentuk prilaku berdisiplin guna mendukung perjuangan nasional. Olahraga juga di pandang mampu memperkukuh integrasi bangsa, kesatuan dan persatuan, pandangan inilah yang selanjutnya mendorong terselenggaranya PON I, 1947 di Solo.
Pada tahun 1947, ketika sejumlah negara asia masih berjuang untuk merebut kemerdekaannya, Indonesia termasuk negara yang mendukung gagasan untuk diadakan pertandingan olahraga diantara bangsa-bangsa asia. Gagasan ini dicetuskan dalam Conference on Asian Relation tahun 1947 di New Delhi yang hasilnya yaitu di setujuinya Asian Games I di selenggarakan pada tahun 1951 di New Delhi.  
Pada saat ini olahraga sering di libatkan dalam kancah politik di indonesia, dapat terlihat pada saat pemilihan perwakilan rakyat, banyak terdapat kampanye-kampanye yang secara langsung terlibat dalam olahraga seperti pemberian sepanduk perlengkapan alat olahraga yang tak lain bertujuan untuk kepentingan politik.
Sering kita jumpai di kota-kota di Indonesia termasuk juga ibu kota negara masih banyak terdapat kenakalan-kenakalan remaja, dan tauran tingkat pelajar yang terasa tiada hentinya, untuk mengatasi permasalah tersebut pemerintah harus berperan aktif, salah satu kebijakan politik pemerintah untuk mengurangi kenakalan remaja dan tauran antar pelajar adalah didirikannya bangunan-bangunan sarana olahraga, dengan didirikannya serana tersebut sangat berperan aktif dalam mengurangi kenakalan remaja. Dalam permasalahan diatas secara tidak langsung olahraga sudah beperan aktif dalam politik.   
b.    Kelekatan Olahraga dan Politik
Sejak lama ada usaha untuk menceraikan kegiatan olahraga, terutama Olimpiade, dengan politik. Tapi, upaya itu selalu gagal. Kalau saja dunia mau jujur, sebenarnya keterkaitan antara keduanya sudah terpatri dalam peraturan penyelenggaraan Olimpiade itu sendiri.Ambil saja pengibaran bendera dan pengumandangan lagu kebangsaan negara asal atlet pemenang salah satu cabang olahraga sebagai contoh. Itu saja sudah menunjukkan tentang bagaimana olahraga sudah terpolusi oleh politik. Sejarah telah beberapa kali merekam tentang intervensi politik terhadap ajang yang sebenarnya dimaksudkan untuk memupuk sportivitas dan persahabatan antarnegara dan bangsa ini.
Contoh klasik terjadi pada Olimpiade 1936 di Berlin, ketika faham Nazi Jerman tengah berada di puncaknya. Jesse Owens, pelari berkulit hitam AS yang sebelum pesta olahraga itu dibuka sudah dihina media Jerman, tiba-tiba saja merebut tak kurang dari empat medali emas. Dan, itu dilakukannya di depan mata Hitler, gembong konsep tentang supremasi bangsa Aria.Pada 1968, pada upacara menghormati pemenang, dua atlet kulit hitam AS mengacungkan tinju sebagai protes atas diskriminasi rasial di negara mereka. Orang juga tak melupakan kejadian berdarah pada Olimpiade 1972 di Muenchen, ketika para pejuang radikal Palestina menyandera dan kemudian membunuh 11 atlet Israel. Itu adalah upaya menarik perhatian dunia akan nasib bangsa Palestina yang tergusur dari tanah leluhur mereka.
Pada Olimpiade 1980 di Moskow, AS dan negara-negara Barat memutuskan tak hadir sebagai protes atas penyerbuan Uni Soviet terhadap Afganistan. Empat tahun kemudian, Uni Soviet dan sekutunya membalas boikot itu dengan tak hadir pada Olimpiade 1984 di Los Angeles. Aksi Uni Soviet diikuti oleh negara-negara satelitnya di Eropa Timur. Akibatnya, Olimpiade 1984 berjalan hambar. Maklumlah, negara-negara sosialis di masa itu merupakan gudang atlet kelas dunia.
Dari semua kejadian yang dibeberkan di atas, Olimpiade Beijing 2008 yang akan dimulai dalam sepekan ini merupakan puncak dari keterkaitan antara olahraga dan politik. Sejak jauh hari sebelum dimulai, ia telah dikotori faktor politik. Protes warga Tibet ternyata tidak terbatas di Tibet, tapi menyebar ke seluruh pemukiman mereka di seluruh China dan di negara-negara lain. Unjuk rasa mereka juga didukung para aktivis LSM internasional.
Buat China sendiri, Olimpiade Beijing 2008 memiliki arti penting yang nuansa politiknya sangat tebal. Ketika mendiang Mao Zedong memproklamasikan berdirinya RRC sebagai sebuah negara itu pada 1 Oktober 1949, antara lain ia mengatakan, "Bangsa kita tidak lagi akan jadi obyek pemerasan, penghinaan, dan pembudakan dari bangsa lain." Sejak saat itu, RRC selalu berjuang menempatkan dirinya pada posisi terhormat di pentas dunia.
Tapi, selama hampir 50 tahun (1945-1990), Mao selalu berada di bawah bayang-bayang Uni Soviet dan AS, sebagai dua aktor utama di panggung Perang Dingin. Mao telah mencoba melepaskan diri dari bayang-bayang kedua adikuasa dan berperan sebagai kekuatan ketiga dengan cara menghimpun kekuatan negara-negara berkembang. Toh, usaha itu tak banyak mendatangkan sukses.
Sukses Beijing sebagai salah satu pelaku yang turut menentukan corak dunia justru diraih setelah mendiang Deng Xiaoping mengambil langkah berani. Ia berbalik 180 derajat dengan meninggalkan prinsip-prinsip Maois dan mengadopsi model pembangunan kapitalistik. Hasilnya adalah perkembangan ekonomi di atas 8% per tahun dan telah menempatkannya sejajar dengan negara-negara kapitalis dunia.
Sejarah China selama sekitar satu abad antara 1838, yakni dimulainya intervensi dan intrusi kolonialisme dan imperialisme Barat, sampai 1949 ketika RRC berdiri, dipenuhi perasaan sebagai bangsa tertindas dan terhina. Hampir semua kekuatan dunia memiliki konsesi di China dan tak mengherankan jika Bapak Republik Dr Sun Yat-sen mengatakan bahwa nasib bangsa China lebih buruk dari bangsa lain karena ia dijajah banyak negara. Tak mengherankan pula jika para sejarawan Marxis di China menyebut masa selama satu abad itu sebagai abad humiliasi (penghinaan) nasional.
Karena itu, penyelenggaraan Olimpiade di Beijing tak dapat dipisahkan dari sejarah humiliasi, sukses pembangunan ekonomi, dan kebangkitan nasional bangsa China. Olimpaide Beijing 2008 adalah sebuah lambang tentang keberhasilan China yang telah bangkit kembali dari posisi terhina selama satu abad dan berhasil menempatkan diri sebagai aktor yang perannya sejajar dengan negara-negara besar lain.
Olimpiade Beijing juga merupakan lambang balas dendam China atas satu abad penghinaan yang dilakukan bangsa-bangsa Barat dan Jepang terhadap bangsa dan negara China.
Oleh karena itu, RRC tak akan membiarkan anasir sekecil apapun yang berasal dari dalam maupun luar negeri yang ditengarai akan mengganggu keberhasilan penyelenggaraan pesta olahraga dunia itu.
Kesimpulan
Olahraga tidak tumbuh dan berkembang di ruang yang vacum. Akan tetapi faktor budaya, ekonomi dan politik  juga sangat mempengaruhi perkembangan olahraga itu sendiri, ketiga faktor ini sangat mempengaruhi bukan saja yang ingin di capai, akan tetapi isi dan cara mengorganisasi kegiatan tersebut. Pengalaman negara-negara lain menunjukan bahwa pasang surut olahraga d pengaruhi fsktor politik, sehingga terjadinya kemerosotan prestasi. Dapat diartikan bahwa olahraga tidak boleh untuk di jadikan tempat ajang berpolitik yang bukan untuk keuntungan olahraga tersbut,.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar